Wednesday, June 27, 2012

Iman dan Amin: Percaya dan Dapat Dipercaya


Soleman tak pernah menyangka bahwa “pada akhirnya” “berita” tentang bakal adanya dua macam siasat atau tipu daya terhadapnya yang ia “dengar” dua tahun yang lalu itu terbukti kebenarannya. Tak tanggung-tanggung, siasat atau tipu daya terhadapnya itu datang dari orang yang sebelumnya ia hormati dan ia percaya sebagai orang yang dapat dipercaya.

Orang itu ia hormati karena orang itu adalah atasannya sendiri. Orang itu ia percaya sebagai orang yang dapat dipercaya karena orang itu terlihat hampir selalu shalat dhuhur berjamaah di masjid. Selain itu, orang itu adalah seorang wakil ketua sebuah yayasan pendidikan milik salah satu ormas Islam besar di Indonesia. Sejauh pengetahuan Soleman, ormas Islam tersebut terkenal dengan “kemurnian” dan “kesungguh-sungguhan” anggota-anggotanya.

Orang yang ia hormati dan ia percaya itu pun sering berpindah dari satu masjid ke masjid yang lain untuk berceramah dan berkhutbah. Jadi tidak ada alasan bagi Soleman untuk tidak menghormati dan tidak mempercayainya.

Tetapi tidak tertutup kemungkinan seorang pemilik pisau teriris tangannya oleh pisaunya sendiri. Dan tidak ada jaminan orang yang senantiasa menghormati dan berbaik sangka kepada orang lain akan mendapatkan perlakuan yang serupa dari orang-orang yang ia hormati dan ia baik sangkai. Dan inilah yang dialami oleh Soleman, baru-baru ini.

Hasil siasat atau tipu daya itu luar biasa dahsyatnya. Andai Tuhan tidak menyelamatkan Soleman, hampir bisa dipastikan “kehidupan” Soleman hancur berantakan, atau setidaknya posisi Soleman akan seperti seekor ayam jantan yang terpaksa harus bertarung sampai akhir kehidupan dengan segerombolan serigala, dalam sebuah sangkar!

Hasil dari siasat atau tipu daya itu, berdasarkan perenungan Soleman, setidaknya terdiri dari tiga unsur: tragedi, ironi, dan komedi. Sebuah drama kehidupan yang mustahil terjadi tapi niscaya terjadi. Soleman bahkan berpikiran seakan-akan Tuhan memberinya sebuah bahan tulisan untuk ia tuangkan dalam bentuk novel yang berpeluang menggemparkan dunia perbukuan, atau setidaknya dunia pernovelan.

Tiga unsur tersebut di antaranya juga tersusun atas keluguan Soleman dan kelicik picikan para penipunya. Ya, para penipu, karena usut punya usut, siasat atau tipu daya itu dirancang tidak hanya oleh orang yang ia hormati dan ia percayai saja, melainkan juga beberapa orang lainnya. Dari beberapa orang penipu itu, dua orang di antaranya adalah aktor dan faktor utama. Dua aktor dan faktor utama inilah yang kemudian menghasilkan kesimpulan sementara yang “meluruskan” “berita” yang Soleman dengar dua tahun yang lalu: bukan dua macam tipu daya melainkan dua orang yang bekerja sama dan bahu-membahu merancang siasat dan menjalankan tipu daya terhadapnya.

Tidak sepenuhnya “berita” itu salah. Bisa jadi yang menimpa Soleman benar-benar dua macam tipu daya. Satu tipu daya adalah yang terjadi baru-baru ini, satu tipu daya yang lain terjadi sudah cukup lama, yaitu tipu daya tentang uang. Tapi bagi Soleman, tipu daya tentang uang ini tidak ia anggap sebagai tipu daya karena adanya tipu daya tentang uang ini justru “menyelamatkan” Soleman dari “api dunia” dan “api akhirat”.

Lagipula, insya Allah Soleman bukan jenis orang yang bisa dengan mudah disilaukan oleh “cahaya” uang.

Maka para penipu itu sungguh-sungguh salah prediksi. Mereka mengira bahwa Soleman adalah orang yang seperti orang pada umumnya, orang yang bisa “dibentuk” dan “dibekuk” dengan uang. Sungguh tak ada guna mereka mengiming-imingi Soleman dengan uang, dalam berbagai bentuknya. Karena Soleman ternyata adalah orang yang tidak umum.

Ketidakumuman Soleman berpangkal pada dua hal: iman dan amin. Atau percaya dan dapat dipercaya. Soleman percaya bahwa Tuhan itulah sejatinya cahaya, sementara uang justru adalah kebalikannya. Dan untuk keimanan macam ini, Soleman tak henti berjuang untuk dapat dipercaya sebagai orang yang bertugas memantulkan cahaya ke ruang-ruang yang digelapkan oleh kemilau uang.

Iman dan Amin. Percaya dan dapat dipercaya. Orang baru layak disebut beriman jika ia terbukti sebagai orang yang dapat dipercaya. Atas dua hal pangkal ini, Soleman tidak boleh disalahkan jika kemudian ia menanggalkan rasa hormatnya dan rasa percayanya kepada orang yang selama ini ia hormati dan ia percayai.

Soleman benar-benar meragukan keimanan orang itu, meski orang itu berceramah dan berkhutbah ke sana kemari dan selalu shalat berjamaah setiap hari. Bahkan meskipun ada “bekas sujud” di itu dahi.

Sakura 225, 27 Juni 2012 – 13:56

0 comments:

Post a Comment