Monday, August 20, 2012

Agar Identitas Tidak Menjadi Berhala


Siapa bilang Soleman itu orang yang jujur? Saya punya banyak bukti tentang ketidakjujurannya. Yang terbaru adalah ketidakjujurannya untuk mengakui bahwa ia lulusan sebuah Pesantren besar di Indonesia.

Saya, Soleman, dan seorang ta’mir masjid waktu itu sedang berbincang santai sambil menunggu giliran membaca Alquran sebagai tradisi malam-malam Ramadhan. Bapak ta’mir masjid berkisah bahwa ia lulusan sebuah pesantren tetangganya pesantrennya Soleman. Sebelumnya ia ikut tes di pesantrennya Soleman, tapi tidak lulus, sehingga menyeberang ke pesantren sebelahnya. Bapak ta’mir masjid juga menyatakan bahwa ia asli orang sini, tapi ikut konsulat Surabaya.

“Konsulat”, tampaknya itulah pancingannya. Si Bapak menyatakan “konsulat” dengan kalimat lain yang seakan-akan bermaksud menjebak Soleman agar lidahnya terpeleset sehingga tanpa sadar menyebut kata “konsulat”. Jebakan yang lain adalah penyebutan singkatan IPD untuk memancing Soleman mengeluarkan singkatan ISID.

Tetapi bukan Soleman namanya kalau tidak ahli berpura-pura bloon demi menyembunyikan identitas kepesantrenannya. Bukan karena Soleman tidak bersyukur bahwa ia termasuk segelintir santri yang bisa lulus dari pesantren besar itu, apalagi lulus dengan predikat Jayyid Jiddan, dan hanya berselisih dua angka dari predikat Mumtaz. Tetapi karena identitas, apapun nama dan jenis identitas itu, bagi Soleman merupakan berhala yang sama sekali tidak layak untuk dituhankan.

Jadi biarlah orang tahunya Soleman agak bisa membaca Alquran, juga biarlah orang tahunya karena Soleman seorang Penyuluh KB sehingga ia boleh berdiri di depan jamaah untuk menyampaikan kultum yang tidak lain bentuk lain dari tindakan penyuluhan. Soleman merasa orang tidak perlu tahu bahwa ia bisa membaca Alquran karena didikan tegas ibunya, juga orang tidak perlu tahu bahwa ia bisa nyerocos menyebutkan satu per satu ayat-ayat Alquran beserta “tafsir bi nafsi-nya” karena ia lulusan Pesantren.

“Orang-orang memang perlu dikagetkan dan dibungkam dengan kenyataan yang tidak mereka harapkan,” kata Soleman mengomentari tulisan saya yang membahas tentang “ketidakjujurannya”.

"Kenyataan yang tidak diharapkan" yang dimaksud Soleman itu barangkali seperti Ibrahim yang diam-diam meng-kapak berhala-berhala yang dituhankan oleh kebodohan kaumnya.

Sakura 225, 20 Agustus 2012 – 08:55

0 comments:

Post a Comment