Sunday, September 2, 2012

Rp. 50,-

Merupakan tabiat pada umumnya orang bahwa tentang hak, dalam pengertiannya sebagai sesuatu yang diperoleh untuk diri sendiri, orang cenderung meminta tambah. Atau menambah-nambahi. Tabiat pada umumnya orang pula, bahwa tentang kewajiban, dalam pengertiannya sebagai sesuatu yang harus diperoleh orang lain, orang cenderung mengurangi. Atau mencurangi.

Kabar baiknya, pada umumnya orang beserta tabiatnya itu mendominasi jumlah personel abdi negeri. Bahasa “wah”-nya: pegawai negeri. Dan barangkali karena Indonesia di samping sebagai negara hukum adalah juga sebagai negara sipil, maka bahasa “wah” tersebut disingkat menjadi PNS.

Kabar baik yang tetap baik bagi pada umumnya orang, tapi tidak baik bagi orang-orang yang tidak umum.

Kalau Anda adalah orang yang sedikit pun tidak punya pikiran untuk mengurangi apalagi menelan bulat-bulat hak orang lain yang kebetulan dilewakan tangan Anda; kalau Anda adalah orang yang dalam diam menyimpan rasa jijik melihat ada orang yang mengurangi apalagi menelan bulat-bulat hak orang lain yang kebetulan dilewatkan tangannya; kalau Anda adalah orang yang berusaha semampu mungkin mengerjakan kewajiban namun usaha Anda itu sama sekali tidak dihargai bahkan dianggap tidak ada; kalau Anda adalah orang yang mengerjakan kewajiban namun menjadi tidak berhak secara mendadak, maka bisa jadi Anda termasuk orang-orang yang tidak umum itu. Konsekuensinya: kabar baik tersebut di depan, tidak bisa tidak, adalah kabar buruk bagi Anda.

Berkaitan dengan ke-abdi negeri-an, ada sebuah lembaga negara yang secara nasional mensosialisasikan aplikasi offline-online demi memudahkan dan memvalidkan data yang jauh-jauh hari diberi nama MDK (peMutakhiran Data Keluarga). Berkaitan dengan aplikasi ini, ada seorang abdi negeri yang berkewajiban untuk memasukkan data dari lembaran-lembaran bertulisan tangan ke dalam aplikasi tersebut.


Pada mulanya adalah kesadaran akan kewajiban. Itulah yang ada dalam kepala si abdi negeri. Kesadaran yang kemudian melembutkan hatinya dan menggerakkan tangannya sehingga tanpa janji dan imbalan apapun (selain gaji bulanan), kewajiban itu ia kerjakan. Bahkan ia satu atau dua langkah di depan dibanding rekan-rekan sekewajibannya se-Kabupaten.

Si abdi negeri dengan rajin dan teliti memasukkan satu persatu nama Kepala Keluarga beserta masing-masing anggota keluarganya beserta masing-masing Nomor Induk Kependudukannya beserta masing-masing tanggal lahirnya beserta masing-masing status pendidikan beserta masing-masing jenis pekerjaan beserta masing-masing status perkawinan beserta masing-masing status kesertaan KB-nya beserta masing-masing indikator dan status tahapan Keluarga Sejahtera yang masing-masingnya terdiri dari 21 kali klik kiri.

Semua itu ia kerjakan tanpa pengetahuan akan adanya imbalan rupiah dari masing-masing lembaran itu.

Tetapi justru itulah kabar buruknya. Begitu si abdi negeri mendengar kabar bahwa masing-masing lembar itu diberi harga sebesar Rp. 50,- (lima puluh rupiah kok sebesar), tersenyumlah ia: kalau memang sebesar itu harga per lembar dari sebuah program berskala nasional, alangkah tak bernalarnya program itu. Maksudnya, alangkah tak bernalarnya pencanang, perancang, dan penggerak utama program itu.

Untungnya ada kabar lain lagi yang menyatakan bahwa tidak sama antara Kabupaten yang satu dengan Kabupaten yang lain dalam hal nominal harga. Bahkan ada yang katanya mendapat harga sebesar Rp. 1000,- lebih sekian Rupiah. Jadi jelas bukan pencanang, perancang, dan penggerak utama program itu yang menyebabkan lahirnya tulisan berjudul Rp. 50,- ini.

Dan jika benar begitu, alangkah kejamnya manusia kepada sesama manusia. Si abdi negeri tiba-tiba merasa seperti sedang bekerja di bawah pemerintahan VOC. Bukan uang benar menusuk kalbu, kutip si abdi negeri, tetapi kekejaman kepada sesama manusia.

Di penghujung malam sunyinya si abdi negeri bergumam, “Alangkah lebih baiknya andai aku sama sekali tidak tahu perihal Rp. 50,- itu, sehingga aku tetap bisa mengerjakan kewajibanku tanpa ada bayangan akan kekejaman manusia. Kekejaman yang hampir seluruhnya terbungkus manis senyum dan halus tutur kata.”

Sakura 225, 1-2 September 2012

*Rp. 50,- ini ditulis oleh seorang yang saat ini kebetulan sedang ditugaskan oleh Allah untuk menjadi PLKB Kec. Sambong Kab. Blora, Jawa Tengah, Indonesia. Sebuah "tugas" yang "aneh" baginya sehingga tak henti-hentinya ia coba temukan Kemauan di balik Kehendak-Nya (K2K) itu.

1 comments:

Thеѕe arе typіcally fixed гаte
loanѕ, aԁjuѕtable ratе mοrtgagеѕ and also the cοmbination oг hybrid sοrt Ενen
though only one іs likely to the caѕe, neveгthelеss, it
is trulу ωоrth applуіng fοг а home loan refinаnce
loan tо determine how you meet the rеquіrements
Also visit my web page www.lidap.It

Post a Comment