Berita tentang kasus korupsi anggaran
pengadaan Alquran bisa jadi adalah puncak dari rentetan “pencurian”
besar-besaran yang dilakukan oleh manusia terhadap pemaknaan ayat-ayat Alquran.
Menilik kenyataan bahwa kebanyakan manusia
jaman sekarang lebih mewaspadai pengawasan dari Komite Pemberantasan Korupsi
daripada pengawasan dari Sang Sejati, korupsi anggaran pengadaan Alquran
membukakan tidak hanya mata kepala tetapi juga mata hati: jika anggaran
pengadaan Alquran saja berani mereka korupsi, apalagi pemaknaan ayat-ayat
Alquran.
Kasus korupsi anggaran pengadaan
Alquran juga sekilas mengabarkan adanya banyak pengadaan yang mengada-ada dan
diada-adakan. Ada banyak Dinas, Badan, atau Kantor di negeri ini. Jika
masing-masing Dinas atau Badan atau Kantor itu setidaknya melakukan satu saja jenis
pengadaan yang mengada-ada, tersisa berapakah jumlah orang Dinas atau orang Badan
atau orang Kantor yang tidak mengada-ada?
Itu jika yang disorot adalah
lembaga-lembaga pemerintah. Jika sorotan digeser ke lembaga-lembaga agama
Islam, yang resmi maupun yang tidak resmi, lembaga yang lembaga maupun tokoh agama
Islam yang ketokohannya sebesar lembaga, pertanyaan dan jawabannya hampir
serupa: sedikit.
Bedanya, jika lembaga-lembaga
pemerintah mengada-adakan barang atau kegiatan, lembaga-lembaga agama Islam
mengada-adakan pemaknaan-pemaknaan (ayat-ayat Alquran). Pengada-adaan yang
pertama berefek pada tingkat kesejahteraan rakyat, pengada-adaan yang kedua
berefek pada tingkat kesesatan umat.
Tidak bisa tidak, kesejahteraan
individu atau golonganlah tujuannya. Kesejahteraan dalam arti yang lebih luas
dari batas-batas, sebab usaha peningkatan kesejahteraan individu dibatasi oleh
batas tak tampak mata bernama garis vertikal-horisontal ketuhanan-kemanusiaan. “Garis”
ketuhanan mengharamkan proses “makan hak orang lain dengan cara yang batil”, “garis”
kemanusiaan mengharamkan proses “menyembunyikan kebenaran”.
Dengan kata lain, yang dituju oleh
orang-orang yang mengada-ada itu bukan kesejahteraan melainkan keserakahan.
Jelas sebuah tujuan yang tak bernalar, sebab keserakahan adalah sifat dan
sikap, bukan tujuan.
Tetapi begitulah kenyataannya. Setiap
dan segala pengadaan yang mengada-ada senantiasa bertujuan untuk memuaskan
keserakahan: serakah harta, serakah kedudukan, serakah kebesaran, serakah
pengaruh, serakah pengikut, serakah mulut, serakah perut, serakah bawah perut.
Semoga kita termasuk ke dalam
golongan orang-orang yang sedikit, yaitu golongan orang-orang yang tidak
mengada-ada, yaitu golongan orang-orang bernalar yang tidak menjadikan
keserakahan sebagai sifat, sikap, atau bahkan tujuan.
Sakura
225, 5 Juli 2012 – 16:34
0 comments:
Post a Comment