Thursday, July 5, 2012

Dan Alquran pun Dikorupsi: Sebuah Catatan tentang Pengadaan yang Mengada-ada


Berita tentang kasus korupsi anggaran pengadaan Alquran bisa jadi adalah puncak dari rentetan “pencurian” besar-besaran yang dilakukan oleh manusia terhadap pemaknaan ayat-ayat Alquran.

Menilik kenyataan bahwa kebanyakan manusia jaman sekarang lebih mewaspadai pengawasan dari Komite Pemberantasan Korupsi daripada pengawasan dari Sang Sejati, korupsi anggaran pengadaan Alquran membukakan tidak hanya mata kepala tetapi juga mata hati: jika anggaran pengadaan Alquran saja berani mereka korupsi, apalagi pemaknaan ayat-ayat Alquran.

Kasus korupsi anggaran pengadaan Alquran juga sekilas mengabarkan adanya banyak pengadaan yang mengada-ada dan diada-adakan. Ada banyak Dinas, Badan, atau Kantor di negeri ini. Jika masing-masing Dinas atau Badan atau Kantor itu setidaknya melakukan satu saja jenis pengadaan yang mengada-ada, tersisa berapakah jumlah orang Dinas atau orang Badan atau orang Kantor yang tidak mengada-ada?

Itu jika yang disorot adalah lembaga-lembaga pemerintah. Jika sorotan digeser ke lembaga-lembaga agama Islam, yang resmi maupun yang tidak resmi, lembaga yang lembaga maupun tokoh agama Islam yang ketokohannya sebesar lembaga, pertanyaan dan jawabannya hampir serupa: sedikit.

Bedanya, jika lembaga-lembaga pemerintah mengada-adakan barang atau kegiatan, lembaga-lembaga agama Islam mengada-adakan pemaknaan-pemaknaan (ayat-ayat Alquran). Pengada-adaan yang pertama berefek pada tingkat kesejahteraan rakyat, pengada-adaan yang kedua berefek pada tingkat kesesatan umat.

Tidak bisa tidak, kesejahteraan individu atau golonganlah tujuannya. Kesejahteraan dalam arti yang lebih luas dari batas-batas, sebab usaha peningkatan kesejahteraan individu dibatasi oleh batas tak tampak mata bernama garis vertikal-horisontal ketuhanan-kemanusiaan. “Garis” ketuhanan mengharamkan proses “makan hak orang lain dengan cara yang batil”, “garis” kemanusiaan mengharamkan proses “menyembunyikan kebenaran”.

Dengan kata lain, yang dituju oleh orang-orang yang mengada-ada itu bukan kesejahteraan melainkan keserakahan. Jelas sebuah tujuan yang tak bernalar, sebab keserakahan adalah sifat dan sikap, bukan tujuan.

Tetapi begitulah kenyataannya. Setiap dan segala pengadaan yang mengada-ada senantiasa bertujuan untuk memuaskan keserakahan: serakah harta, serakah kedudukan, serakah kebesaran, serakah pengaruh, serakah pengikut, serakah mulut, serakah perut, serakah bawah perut.

Semoga kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sedikit, yaitu golongan orang-orang yang tidak mengada-ada, yaitu golongan orang-orang bernalar yang tidak menjadikan keserakahan sebagai sifat, sikap, atau bahkan tujuan.

Sakura 225, 5 Juli 2012 – 16:34

0 comments:

Post a Comment