Soleman tak
pernah menyangka bahwa “pada akhirnya” ia akan dipercaya untuk “berbicara” di
hadapan jamaah. Dulu ia memang pernah akan dipercaya untuk “berbicara” di
hadapan jamaah shalat ‘id, tapi keakanpercayaan itu ia dapatkan di kampungnya
sendiri yang notabene hampir semua warganya tahu kalau Soleman adalah alumni
sebuah pesantren, di samping bahwa sudah menjadi “kebiasaan” dalam keluarga
Soleman secara turun-temurun untuk menjadi “pembicara” dalam shalat ‘id di
kampungnya.
Dan “kebiasaan”
itu “dipenggal” oleh Soleman dengan menyatakan diri belum siap untuk
“berbicara”. Kebelumsiapan yang didasari bukan oleh ketidakberanian atau
kekurangmentalan, namun didasari oleh ketahudirian: Yang boleh “berbicara”
hanyalah orang yang terbukti dari sifat, sikap, dan perbuatannya menunjukkan
bahwa memang benar-benar pantas “berbicara”.
Burung tidak
boleh berbicara tentang air, dan ikan tidak boleh berbicara tentang angin.
Dasar serupa
juga disampaikan Soleman kepada orang yang mencegatnya di tangga masjid dan
menodongnya untuk siap menjadi “pembicara” dalam sebuah forum yang populer
dengan sebutan kultum. Entah atas dasar apa orang itu mencegat dan menodongnya,
sebab baru satu bulan Soleman bermukim di pemukimannya yang sekarang, dan
Soleman yakin siapapun tidak tahu bahwa Soleman adalah alumni sebuah pesantren,
tidak juga tahu bahwa Soleman berembel-embel S.Th.I.
Bahkan, baru
pada saat dicegat dan ditodong itulah nama Soleman diketahui.
Kalau cegatan
dan todongan itu didasari oleh kenyataan bahwa Soleman adalah seorang yang
bertugas sebagai Penyuluh KB, itu jelas merupakan dasar tak berdasar: penyuluh
KB “berbicara” tentang KB, bukan tentang agama, dan sepengetahuan Soleman, dari
seluruh rekan-rekan Penyuluh KB yang ia kenal, tak seorang pun dari mereka yang
pantas “berbicara” tentang agama.
Tetapi pencegat
dan penodongnya itu rupanya termasuk jenis orang yang gigih. Meskipun alasan
lain sudah dikemukan Soleman, “Saya ini orang yang belum lengkap karena belum
berkeluarga, mana pantas orang yang belum lengkap dipercaya untuk melengkapi
orang-orang yang sudah lengkap?”
Sebuah alasan
yang seakan-akan bisa memenangkan “pertarungan”, tapi ternyata tidak. Dua
“senjata” dikeluarkan oleh pencegat dan penodongnya: 1. “Berbicara” sebaga
sarana belajar; 2. “Berbicara” membutuhkan tenaga, dan waktu satu bulan akan
sangat menguras tenaga tiga orang pembicara.
Soleman takluk.
“Ya, insya Allah” pada akhirnya ia ucapkan. Beberapa hari lagi datanglah
Ramadhan. Maka jika Allah benar-benar menghendaki Soleman untuk “berbicara”,
semoga hanya kalimat-kalimat yang benar-benar Allah kehendaki saja yang masuk
ke kemudian keluar dari seperangkat alat bicaranya Soleman. Sehingga Soleman
mendapat perlindungan dari kekeruhan hati serta pikiran dan ketergelinciran
lisan dan perbuatan. Amin.
Sakura 225, 14
Juli 2012 – 13:17
0 comments:
Post a Comment