Saturday, July 14, 2012

Qultum Bukan Kultum, Qul Bukan Kul


Soleman tak pernah menyangka bahwa “pada akhirnya” ia akan dipercaya untuk “berbicara” di hadapan jamaah. Dulu ia memang pernah akan dipercaya untuk “berbicara” di hadapan jamaah shalat ‘id, tapi keakanpercayaan itu ia dapatkan di kampungnya sendiri yang notabene hampir semua warganya tahu kalau Soleman adalah alumni sebuah pesantren, di samping bahwa sudah menjadi “kebiasaan” dalam keluarga Soleman secara turun-temurun untuk menjadi “pembicara” dalam shalat ‘id di kampungnya.



Dan “kebiasaan” itu “dipenggal” oleh Soleman dengan menyatakan diri belum siap untuk “berbicara”. Kebelumsiapan yang didasari bukan oleh ketidakberanian atau kekurangmentalan, namun didasari oleh ketahudirian: Yang boleh “berbicara” hanyalah orang yang terbukti dari sifat, sikap, dan perbuatannya menunjukkan bahwa memang benar-benar pantas “berbicara”.

Burung tidak boleh berbicara tentang air, dan ikan tidak boleh berbicara tentang angin.

Dasar serupa juga disampaikan Soleman kepada orang yang mencegatnya di tangga masjid dan menodongnya untuk siap menjadi “pembicara” dalam sebuah forum yang populer dengan sebutan kultum. Entah atas dasar apa orang itu mencegat dan menodongnya, sebab baru satu bulan Soleman bermukim di pemukimannya yang sekarang, dan Soleman yakin siapapun tidak tahu bahwa Soleman adalah alumni sebuah pesantren, tidak juga tahu bahwa Soleman berembel-embel S.Th.I.

Bahkan, baru pada saat dicegat dan ditodong itulah nama Soleman diketahui.

Kalau cegatan dan todongan itu didasari oleh kenyataan bahwa Soleman adalah seorang yang bertugas sebagai Penyuluh KB, itu jelas merupakan dasar tak berdasar: penyuluh KB “berbicara” tentang KB, bukan tentang agama, dan sepengetahuan Soleman, dari seluruh rekan-rekan Penyuluh KB yang ia kenal, tak seorang pun dari mereka yang pantas “berbicara” tentang agama.

Tetapi pencegat dan penodongnya itu rupanya termasuk jenis orang yang gigih. Meskipun alasan lain sudah dikemukan Soleman, “Saya ini orang yang belum lengkap karena belum berkeluarga, mana pantas orang yang belum lengkap dipercaya untuk melengkapi orang-orang yang sudah lengkap?”

Sebuah alasan yang seakan-akan bisa memenangkan “pertarungan”, tapi ternyata tidak. Dua “senjata” dikeluarkan oleh pencegat dan penodongnya: 1. “Berbicara” sebaga sarana belajar; 2. “Berbicara” membutuhkan tenaga, dan waktu satu bulan akan sangat menguras tenaga tiga orang pembicara.

Soleman takluk. “Ya, insya Allah” pada akhirnya ia ucapkan. Beberapa hari lagi datanglah Ramadhan. Maka jika Allah benar-benar menghendaki Soleman untuk “berbicara”, semoga hanya kalimat-kalimat yang benar-benar Allah kehendaki saja yang masuk ke kemudian keluar dari seperangkat alat bicaranya Soleman. Sehingga Soleman mendapat perlindungan dari kekeruhan hati serta pikiran dan ketergelinciran lisan dan perbuatan. Amin.

Sakura 225, 14 Juli 2012 – 13:17

0 comments:

Post a Comment