Sunday, July 1, 2012

Mario dan Pirlo: Dari Terhina ke Terpuji, Dari Disingkirkan ke Menyingkirkan


Pirlo: Perlu!
Rasanya baru kemarin AC Milan mengutuki diri. Sebuah kebijakan yang kurang bijaksana memutuskan kontrak Andrea Pirlo tak diperpanjang. Siapa pun pengambil kebijakan itu, dasarnya satu: Pirlo sudah habis. Dalam sepakbola, kecuali posisi penjaga gawang, 33 tahun termasuk kelompuk usia lansia. Sedangkan untuk jenis olahraga yang membutuhkan stamina muda, sehebat apapun skill seorang Pirlo, sekali lansia tetap lansia. Sang lansia pun akhirnya disingkirkan. Dengan status bebas transfer, Juventus pun keruntuhan durian.

Dasar "seniman", sekecewa dan semarah apapun Pirlo, tak satu pun media yang berhasil mendapatkan komentar kekecewaan atau kemarahan Pirlo. Seniman selalu “lebih besar” dari kekecewaan, kemarahan, atau bahkan kebencian. Pirlo pergi, begitu saja.

Sebagai seorang yang sangat setia kepada AC Milan dan telah berjasa cukup besar mengantar AC Milan memenangi berbagai trofi, Pirlo lebih dari sekadar wajar untuk memuntahkan kekecewaan dan kemarahannya kepada klub yang tak tahu berterimakasih dan mengkhianatinya itu. Tapi tidak. Pirlo diam saja, sambil menyunggingkan seulas senyum. Senyum yang sunyi namun nyaring berbunyi, “Kita lihat saja nanti.”

Walhasil, Juventus yang dikomandani Andrea Pirlo sukses menyingkirkan AC Milan dalam perebutan scudetto. Keadaan pun berbalik. Andrea Pirlo hanya butuh waktu satu tahun untuk ganti “menyingkirkan” penyingkirnya. AC Milan pun tersungkur.

Kisah “kelapangan hati dan kebesaran jiwa” yang berkombinasi dengan “seni tingkat tinggi” Pirlo tidak selesai di Juventus. Kisah itu berlanjut di Piala Eropa 2012. Sebuah “elusan” bebas, sebuah penalti “menggemaskan”, dan tiga gelar man of the match ia “tuliskan”. Italia pun melenggang ke final. Sebuah “perjalanan” yang seakan-akan menunjukkan bahwa bersama Italia, Andrea Pirlo ganti “menyingkirkan” orang-orang yang sebelumnya “menyingkirkan” Italia dari daftar kandidat juara Piala Eropa.

Melihat performa Pirlo, Bos Inter Milan Massimo Moratti pun akhirnya tak bisa untuk tak bicara, “Apakah saya menyesal menjual Pirlo? Kalau kami menyesal, bagaimana perasaan AC Milan ya?"

Moratti pun tak sungkan membeberkan rahasia kelapangan hati dan kebesaran jiwa Pirlo, “Karakter dan kemampuan dia membuat semuanya terlihat mudah, terutama karena setiap pergerakannya adalah untuk tim, dan tak pernah untuk dirinya sendiri."

Balotelli: Watak Keras, Kerja Keras, Kartu As!

Berbeda dengan Pirlo yang disingkirkan karena faktor usia, Balotelli disingkirkan karena faktor kejiwaan. Kejiwaan yang kurang stabil membuat Balotelli terlibat pertengkaran dengan rekan setim bahkan dengan pelatihnya sendiri. Akibatnya, suasana tim menjadi kurang harmonis. Sedangkan keharmonisan merupakan salah satu syarat kesuksesan sebuah tim. Akhirnya Balotelli pun disingkirkan.

Mancini pun tak ragu untuk menampung Balotelli. Sebuah keyakinan yang berdasar pada kenyataan: Mancini pun adalah seorang “seniman”. Dan hanya para seniman yang bisa mengendalikan keabsurdan, bahkan mengubah keabsurdan itu menjadi sebuah “karya seni” bermutu tinggi. Kesuksesan Manchester City menjuarai Liga Inggris tak lepas dari peran “karya seni” bernama Balotelli.

Tapi Balotelli tidak hanya disingkirkan. Ia juga dihina, bahkan kehadirannya di timnas Italia hampir ditolak. Warna kulitnya menyebabkan ia menjadi korban rasisme. Kebengalannya menyebabkan ia dikhawatirkan oleh banyak kalangan akan menyulut disharmoni dalam tim Italia. Italia sebagai tim sepakbola maupun Italia sebagai negara seakan-akan setengah hati menerima Balotelli sebagai pemain mereka maupun sebagai warga negara mereka.

Balotelli beruntung, sebab Italia dilatih oleh Cesare Prandelli yang tak lain adalah juga seorang “seniman”. Di tangan Prandelli, Balotelli kembali menjadi “karya seni” bermutu tinggi: dua gol berkelas dilesakkan oleh Balotelli ke gawang Jerman, satu melalui heading keras, satu lagi melalui shooting keras. Jerman yang dijagokan banyak kalangan akhirnya menangis keras-keras.

Kartu As! Barangkali itulah kata yang tepat untuk menggambarkan watak keras dan kerja keras Balotelli. Dan Italia sebagai tim sepakbola maupun sebagai negara akhirnya bersedia mengakui bahwa mereka butuh Balotelli. Sehitam apapun warna kulit Balotelli.

Tulisan ini tidak bertujuan untuk menambah jumlah komentator sepakbola yang kebanyakan asal bunyi dan ngawur. Tulisan ini sekadar pengembangan dari hasil renungan yang insya Allah tidak asal-asalan: ada banyak Pirlo dan ada banyak balotelli di sekitar kita. Ada banyak orang disingkirkan, ada banyak orang dihina, ada banyak orang tidak diterima di sekitar kita. Bahkan bisa jadi kita sendirilah yang orang yang menyingkirkan, menghina, atau menolak keberadaan Pirlo-Pirlo maupun Balotelli-Balotelli itu.

Maka sebelum kita mengalami penyesalan sebagaimana yang dialami Inter Milan, Ac Milan, maupun orang-orang yang meremehkan timnas Italia, akan baik kiranya jika tindakan menyingkirkan, menghina, atau sikap menolak siapa saja itu segera kita singkirkan dari hati dan jiwa kita.

Namun jika ternyata kita justru adalah salah satu dari Pirlo-Pirlo atau Balotelli-Balotelli itu, sikap yang dipilih Pirlo ketika “disingkirkan” AC Milan tampaknya baik untuk ditiru. Dan “pembuktian diri” ala balotelli juga bisa diterapkan jika keadaan memang memaksa kita untuk “membuktikan diri”.

Sakura 225, 1 Juli 2012 – 17:05

1 comments:

Hanya dengan minimal Deposit Rp 20.000,- kamu berkesempatan memenangkan hadiah Jackpot hingga puluhan juta. Tunggu apa lagi..
Hanya di Aslibandar.net kamu mendapatkan Bonus Mingguan dan Bonus Double Referral 20% secara cuma-cuma.

Daftar dan buktikan hadiah dari Aslibandar.net yang akan membuat kamu merasa puas di sertai Costomer Service yang ramah dan siap membantu anda para pencinta Poker Online Indonesia. !!!

Untuk Info lebih lanjut silahkan hubungi kami melalui :

* Ym: Aslibandar_Cs
* Phone: 855976375885
* Fb: AsliBandar
* Skype: AsliBandar
* Whatsapp: 85569776588
* BBM: 2B3C34F4

Post a Comment