Pukul
setengah sembilan. Suatu waktu yang lumayan siang untuk jam masuknya seorang
pegawai negeri yang bertugas duduk di kursi, tetapi lumayan biasa bagi pegawai
negeri yang petugas lapangan.
Kusempatkan
ngothok secangkir kopi. Kusempatkan pula merokok sebatang matahari. Di
sela-sela nikmatnya rokok dan kopi, satu lembar SMS aku kirimkan ke 11 nomor
“kekasih-kekasih anugerah Tuhanku”: Assalamualaikum. Diberitahukan kepada
seluruh PPKBD Kec. Anu bahwa jadwal pertemuan bulan ini dimajukan ke hari Anu
tanggal Anu bulan Anu tahun Anu. Matursuwun.
S...rejo,
G...u II, Gi...ti, dan Te...ng membalas dengan segera dan dengan nada yang
sama. Sementara yang lainnya tidak membalas karena nomernya sedang tidak aktif,
atau karena sedang tidak punya HP, dan mungkin juga karena sedang tidak punya
cadangan pulsa. Yang pasti, tidak ada seorang pun dari mereka yang tidak bisa
ber-SMS.
Gedung
kantor baru yang masih terkunci karena belum selesai instalasi listriknya serta
hanya tersedianya satu buah meja dan satu buah kursi kerja untuk dua orang
petugas lapangan membuatku berinisiatif untuk langsung meluncur ke kantor induk
di Blora tanpa “mampir” dan “pamitan” dulu di kantor cabang kecamatan.Tujuan
pertama adalah kantor induk bagian utara. Tunjangan Perbaikan Penghasilan (TPP)
sebesar Rp. 1.064.000,- (dipotong Rp. 15.000,- untuk “iuran” menggaji pegawai
honorer) dalam amplop putih bernomor 15 menantiku di sana. Si TPP tidak
sendirian. Ikut menantiku juga adalah Tunjangan Beras sebesar Rp.
76.500,- (dipotong Rp. 8.000,- untuk mengganti biaya kalender KORPRI).
Ketika
melangkah meninggalkan kantor, E63-ku bergetar. Langkahku terhenti tepat di
depan pintu kantor. 3 SMS dalam inbox dan 4 panggilan tak terjawab. Dan 1 nomor
tak terdaftar. Masing-masingnya seakan meminta untuk segera ditanggapi.
Terhadap
nomor tak terdaftar, kukirimkan kepadanya: siapa? Tak berapa lama, nomor tak
terdaftar itu menelpon, “Saya Pak Anu, Mas. Ketua Panwas. Panwas butuh seorang
bendahara, dan bendahara itu harus seorang PNS. Makanya saya minta Mas untuk
menjadi bendahara panwas.”
Aku
terdiam sejenak. Bendahara? Bukankah itu tentang uang? Dan mengapa aku yang
dipilih untuk berurusan dengan sesuatu yang aku sendiri sebenarnya sangat tidak
berminat untuk berurusan dengannya?
“Yang lain
saja, Pak,” jawabku. Tapi tampaknya Ketua Panwas itu bisa memikirkan apa yang
aku pikirkan. “Tidak apa-apa, Mas. Jenengan saja. Kita belajar bersama-sama.”
Dalam
tempo sepersekian detik dan dengan memohon perlindungan dan pertolongan Allah,
aku memutuskan untuk mengiyakan. “Kami butuh nama, NIP, dan pangkat-golongan
jenengan,” pinta ketua Panwas itu. “Saya sedang dalam perjalanan, nanti saya
kirimkan,” jawab saya.
Sementara
itu, SMS yang lain berisi pertanyaan tentang apakah seluruh PPKBD sudah
di-SMS-i tentang perubahan hari pertemuan, dan SMS yang satunya lagi berisi
permintaan tolong untuk “memberesi” file Microsoft Excel berjudul R/I/KS yang
tidak bisa dibuka karena ektensinya berubah dari .xls menjadi .scr.
Setelah
SMS-SMS dan panggilan-panggilan itu terselesaikan, segara kuluncurkan kuda biru
mudaku ke kantor induk bagian selatan. Untuk tujuan kedua: menyelesaikan
kekurangan penghitungan data Rek.Kec dan
KPS/KS. Benar-benar merepotkan. Aku yang sejatinya “buta angka” mau tak mau
harus menggunakan mata yang lain untuk melihat kemudian menghitung dengan
“rumus sederhana” deretan angka yang bagiku tampak seperti gerombolan babi
hutan.
Dalam
kerumitan itu, sebuah SMS dari ketua Panwas masuk, “Sekretariat di PKBM timur
Polsek.”
Aku
memutuskan untuk tidak perlu datang ke tempat yang ditunjukkan. Toh, aku sama
sekali tidak membutuhkan jabatan itu. Kecuali kalau Allah memang menghendaki
aku untuk datang ke sana. Jadi, terhadap SMS itu, aku merasa cukup untuk
membalasnya dengan nama lengkap, NIP, dan pangkat-golonganku. Terserah akan
mereka apakan tiga hal itu. Toh, aku sudah berserah kepada Allah atas segala
kemungkinan yang mungkin maupun yang tidak mungkin terjadi.
Kurang
lebih satu jam, selesailah gerombolan babi hutan itu. Kuhisap rokokku. Kepada
orang yang bertanggung jawab atas “keselamatan” babi-babi hutan dari seluruh
kecamatan yang tak lain adalah juga temanku, aku bercerita, “Aku diminta
menjadi bendahara Panwas.”
“Sip lah
kalau begitu,” jawabnya pendek. Sementara itu, seorang perempuan pegawai
honorer yang kebetulan berada di dekatku dan kebetulan mendengar obrolanku
dengan temanku itu menanggapi, “Bersyukur kalau begitu, berarti sampean
dianggap.”
Dianggap?
Tiba-tiba hatiku tersenyum kecut. “Aku ini lebih baik tidak dianggap daripada
dianggap.”
Pojokwatu, 12
Desember 2012
2 comments:
TPP ne akeh men??
The Most Successful Sites for Crypto, Casino & Poker - Goyang
Goyang Casino https://access777.com/ & Poker is 출장안마 one of the most famous and well known crypto gambling sites, founded goyangfc in 2012. They are poormansguidetocasinogambling popular casinosites.one because of their great
Post a Comment