Sunday, December 2, 2012

Wakil Bupati pun Kalah


Soleman tidak pernah benar-benar tahu mizan apa yang ada dalam lubuk akal dan lubuk hati beberapa temannya itu. Tentangnya. Hanya satu yang tersisa: terharu. Maha Kuasa Tuhan yang telah menautkan hati-hati dan akal-akal itu dengan rahman dan rahim-Nya.

Pada momentum pertama, tiga orang teman menemani Soleman. Sungguh sebuah pertunjukan kesejatian: sesungguh-sungguhnya teman adalah yang ada dan sedia ketika sedang dalam kesusahan.

Teman keempat, seorang guru yang oleh suatu keadaan terpaksa harus pergi-pulang Madiun-Blora, berangkat dari Madiun dengan tujuan mengajar di tempatnya bertugas. Tapi begitu mengetahui momentum kesusahan Soleman, berbeloklah ia. Bergabung dengan tiga teman Soleman yang telah lebih dulu menemani Soleman. Adapun teman kelima, karena datang dari rute yang berbeda, baru bergabung setelah Soleman menjawab sms-nya tentang apakah Soleman sudah sampai di tempat.

Soleman bukan seorang penakut. Apalagi pengecut. Momentum kesusahan itu insya Allah bisa ia hadapi sendirian. Bahkan, hingga detik-detik akhir menjelang keberangkatan, tidak sepatah kata ajakan atau permohonan pun Soleman lontarkan kepada teman-temannya yang baik-baik itu. Jadi itu murni inisiatif teman-teman Soleman sendiri, yang “dipercikkan” oleh Entah Siapa.

Lebih lagi, kelima teman Soleman itu bukan para pengangguran. Empat orang guru SD, satu orang pegawai kantor Kesatuan Bangsa & Politik. Semoga Tuhan mengampuni dosa Soleman beserta kelima temannya yang telah dengan sengaja meninggalkan apa-apa yang semestinya tidak mereka tinggalkan.

Pada momentum kedua, karena kelima teman Soleman melihat—berdasarkan momentum pertama—bahwa Soleman dalam “keadaan aman”, mempercayakan “keamanan dan keselamatan” Soleman kepada salah satu dari mereka. Sementara itu, teman kelima yang datang dari jalur yang berbeda, seperti pada momentum pertama, menanyakan lewat sms apakah Soleman sudah sampai di tempat, sambil juga mengabarkan bahwa teman keenam akan ikut menemani Soleman.

Soleman tak percaya. Bagaimana mungkin teman keenam itu akan ikut menemani, sedangkan banyak yang tahu, tidak mudah untuk “kabur” dari kantor tempat di mana teman keenam itu bertugas.

Teman-teman Soleman ternyata memang orang-orang yang tidak suka main-main. Teman keenam itu, seorang penganut Katolik, datang bersama teman kelima. Setelah menjabat tangan Soleman, ia berkata, “Seandainya momentum pertama itu aku tahu, niscaya aku datang untuk menemanimu.”

Lagi-lagi Soleman terharu. Jasa apakah yang telah Soleman berikan kepadanya, juga kepada teman-teman yang lain, sehingga mereka bersikap seperti itu?

***
Karena belum juga Soleman mendapat giliran, sementara teman kelima dan teman keenam itu sudah cukup lama menemani Soleman yang sekaligus juga sudah cukup lama meninggalkan tempat tugasnya masing-masing, kedua teman itu berpamitan untuk meninggalkan Soleman. Soleman mengiyakan.

Namun sebuah keadaan memaksa Soleman untuk meminta teman kelima kembali. Ibarat trisula, teman kelimanya itu adalah salah satu dari dua ujung yang mengapit ujung tengah trisula.

Tidak berapa lama, datanglah ia. Padahal ia sedang nikmat-nikmatnya makan siang bersama istrinya. Dan yang lebih dari itu, ia sedang ditunggu oleh Wakil Bupati dalam kapasitasnya sebagai orang partai.

Tapi teman kelima tahu mana yang lebih perlu. Atau barangkali teman kelima itu sudah ketularan virus Soleman: “meremehkan” kekuasaan. Wakil Bupati itu pun disemayani satu setengah jam lagi. Sebuah perkiraan waktu yang dihitung berdasarkan momentum kesusahan Soleman.

Sesampai di rumah kontrakan, Soleman mengirim sms kepada teman kelima, “Mohon maaf karena telah menyita waktumu hari ini, dan terimakasih karena baru kali ini seorang Soleman bisa mengalahkan seorang wakil Bupati.”

Tak lama kemudian, sms balasan masuk, “Diamput.”

Jangan sangka “diamput” sebagai ungkapan kemarahan atau luapan kejengkelan. “Diamput” dalam sms itu justru menggambarkan betapa akrabnya Soleman dengan temannya itu. Semua teman Soleman tampaknya tahu, Soleman lebih gembira diakrabi dengan pisuhan berbasis ketulusan daripada dengan pujian yang menipu dan menggelincirkan.

Sakura 225, 2 Desember 2012 – 16:13

0 comments:

Post a Comment