Friday, November 16, 2012

Atopos


Pencarian tak kenal lelah akan hikmah membuat seseorang menjadi atopos, “tak dapat dikelompokkan”. 
< Karen Armstrong, Masa Depan Tuhan, hlm. 137 >

Hikmah adalah tentang wawasan—bukan pengumpulan informasi, tulis si “lengan kokoh” sebelum ia sampai pada kesimpulan bahwa adanya orang-orang yang “tak dapat dikelompokkan” merupakan konsekuensi dari proses pencarian hikmah yang terus-menerus dan total.

Dengan kata lain, seseorang bisa disebut berwawasan sedikit atau bahkan sama sekali tidak berwawasan jika seseorang itu berhenti, merasa puas, atau merasa nyaman pada satu kelompok. Ini tak lain juga merupakan konsekuensi dari ketidaksediaan seseorang itu untuk terus mencari: ia merasa sudah menemukan, padahal, seperti ketidakmungkinan seorang kapten kapal memandu kapal yang tidak bergerak, bagaimana seseorang bisa disebut menemukan sedangkan ia tidak melakukan pencarian?

Seseorang yang lain bertanya, “Apakah hikmah adalah sesuatu yang hilang, sehingga kita harus mencarinya?”

Tidak, hikmah tidak pernah hilang. Hanya saja, hikmah tidak pernah bilang-bilang kalau ia ada, dan hikmah juga tidak pernah memberitahu kita bahwa ia berjumlah tak berbilang. Ia (hikmah) memang sengaja begitu, sengaja diam, untuk melihat siapa-siapa yang mencarinya dan untuk menilai kualitas masing-masing pencarinya.

Jadi, ketika seseorang tidak mencarinya, hikmah pun tak akan peduli kepadanya. Konsekuensi dari ketidakpedulian ini adalah kejahiliyyahan: huruf A berhenti sebagai huruf A, padahal hikmah dari adanya huruf A adalah demi terciptanya kata, terciptanya kalimat, terciptanya paragraf, terciptanya buku, dan pada puncaknya, terbacanya alam semesta.

Iqra’, kata Tuhan. Rattil, kata Tuhan juga. Iqra’ mengarahkan pada perlunya pencarian, rattil mengarahkan pada perlunya kesinambungan. Maka, jika di sekitar kita ada orang yang menolak untuk menjadi bagian dari kelompok apa saja, sudut pandang kita perlu digeser: ia bukan orang yang menyimpan kebencian dan memendam dendam kepada kelompok apa saja itu, melainkan ia adalah seorang atopos.

Sesederhana itu. Dan terhadap atopos, jangan terapkan rumus apapun selain rumus kesederhanaan hidup yang berbunyi “hidup yang tidak dipertanyakan adalah hidup yang tidak pantas dijalani”.

Sakura 225, 10 Nopember 2012 – 17:03

0 comments:

Post a Comment