Ketika
ketidakberesan jiwa menjadi budaya, dari budaya individual menjadi budaya
komunal bahkan global, pada saat itu pula lubang-lubang kebohongan, kepalsuan,
dan keserekahan terbuka. Dan menganga. Siap menelan siapa saja.
Soleman
tidak pernah merasa merencanakan terjadinya persitiwa yang menghasilkan
kesimpulan tersebut. Tetapi yang terjadi, terjadilah. Dengan tujuan
mengarsipkan, pergilah Soleman ke sebuah tempat fotokopi. Lembar-lembar laporan
dan SPJ yang akan ia berangkatkan ke induknya siang nanti haris terlebih dahulu
ia fotokopi. Tidak begitu banyak, sehingga Soleman hanya perlu mengeluarkan
uang sebesar Rp. 5000,-.
Dengan
tidak mengutamakan tujuan mendapatkan ganti, kepada tukang fotokopi yang tak
lain adalah tetangga Soleman dan adalah juga seorang mantan santri sebuah
pesantren yang namanya tidak main-main, al-Muhammad, Soleman meminta nota.
Tentu
saja tukang fotokopi kaget karena sebelum-sebelumnya Soleman tidak pernah
meminta nota. Tetapi hal ini bisa dijelaskan secara sederhana: sejak
satu-satunya rekan kerjanya pensiun, segala urusan yang berkaitan dengan dana
beserta uangnya dikelola dan dipegang oleh Soleman sendiri. Artinya, sebelum
satu-satunya rekan kerja Soleman itu pensiun, Soleman senantiasa nomboki, sehingga
buat apa meminta nota kalau kondisi keuangan sengaja digelapkan oleh
satu-satunya rekan kerja Soleman itu—buat apa memberi cahaya kepada orang yang
merasa nyaman berada dalam dekapan kegelapan.
Kekagetan
tukang fotokopi berlangsung sejenak saja, kemudian dengan gerak reflek ia
sodorkan kepada Soleman sebuah nota kosong. Di atas nota itu hanya ada tanggal
dan stempel. Soleman tersenyum, “Lima ribunya tolong dituliskan sekalian.”
Tukang
fotokopi yang baru sejenak lepas dari kekagetan itu akhirnya terkaget kembali,
“Nggak kosongan saja, nanti jumlahnya sampean isi sendiri.
Orang-orang biasanya begitu.”
Soleman
lagi-lagi tersenyum, “Lima ribu ya lima ribu, dan kalau saya sendiri yang
mengisi, lima ribu itu tidak mustahil berubah menjadi lima puluh ribu, lma
ratus ribu, atau lima juta. Transaksinya pun bisa jadi tidak hanya fotokopi
tapi juga beli mesin foto kopi.”
Sakura
225, 28 Oktober 2012 – 16:16
0 comments:
Post a Comment