Sunday, October 28, 2012

Nota Kosong


Ketika ketidakberesan jiwa menjadi budaya, dari budaya individual menjadi budaya komunal bahkan global, pada saat itu pula lubang-lubang kebohongan, kepalsuan, dan keserekahan terbuka. Dan menganga. Siap menelan siapa saja.

Soleman tidak pernah merasa merencanakan terjadinya persitiwa yang menghasilkan kesimpulan tersebut. Tetapi yang terjadi, terjadilah. Dengan tujuan mengarsipkan, pergilah Soleman ke sebuah tempat fotokopi. Lembar-lembar laporan dan SPJ yang akan ia berangkatkan ke induknya siang nanti haris terlebih dahulu ia fotokopi. Tidak begitu banyak, sehingga Soleman hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp. 5000,-.

Dengan tidak mengutamakan tujuan mendapatkan ganti, kepada tukang fotokopi yang tak lain adalah tetangga Soleman dan adalah juga seorang mantan santri sebuah pesantren yang namanya tidak main-main, al-Muhammad, Soleman meminta nota.

Tentu saja tukang fotokopi kaget karena sebelum-sebelumnya Soleman tidak pernah meminta nota. Tetapi hal ini bisa dijelaskan secara sederhana: sejak satu-satunya rekan kerjanya pensiun, segala urusan yang berkaitan dengan dana beserta uangnya dikelola dan dipegang oleh Soleman sendiri. Artinya, sebelum satu-satunya rekan kerja Soleman itu pensiun, Soleman senantiasa nomboki, sehingga buat apa meminta nota kalau kondisi keuangan sengaja digelapkan oleh satu-satunya rekan kerja Soleman itu—buat apa memberi cahaya kepada orang yang merasa nyaman berada dalam dekapan kegelapan.

Kekagetan tukang fotokopi berlangsung sejenak saja, kemudian dengan gerak reflek ia sodorkan kepada Soleman sebuah nota kosong. Di atas nota itu hanya ada tanggal dan stempel. Soleman tersenyum, “Lima ribunya tolong dituliskan sekalian.”

Tukang fotokopi yang baru sejenak lepas dari kekagetan itu akhirnya terkaget kembali, “Nggak kosongan saja, nanti jumlahnya sampean isi sendiri. Orang-orang biasanya begitu.”

Soleman lagi-lagi tersenyum, “Lima ribu ya lima ribu, dan kalau saya sendiri yang mengisi, lima ribu itu tidak mustahil berubah menjadi lima puluh ribu, lma ratus ribu, atau lima juta. Transaksinya pun bisa jadi tidak hanya fotokopi tapi juga beli mesin foto kopi.”

Sakura 225, 28 Oktober 2012 – 16:16

0 comments:

Post a Comment